ADAT
MINANGKABAU
A. PENGERTIAN ADAT
Dalam
membicarakan pengertian adat ada beberapa hal yang perlu dikemukakan,
diantaranya adalah asal kata adat, pengertian adat secara umum dan pengertian
adat dalam Minangkabau.
1. Asal kata adat
Dalam
kehidupan sehari-hari orang Minangkabau banyak menggunakan kata adat terutama
yang berkaitan dengan pandangan hidup maupun norma-norma yang berkaitan dengan
hidup dan kehidupan masyarakatnya. Kesemuanya itu diungkapkan dalam bentuk
pepatah, petitih, mamangan, ungkapan-ungkapan dan lain-lain sebagainya. Sebagai
contohnya dapat dikemukakan : “adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah, adat dipakai baru, kain dipakai usang,
adat sapanjang jalan, cupak sapanjang batuang, adat salingka nagari, harato
salingka kaum dan lain-lain.
Walaupun
banyak penggunaan kata-kata adat oleh orang Minangkabau, namun barangkali tidak
banyak yang mempertanyakan asal usul kata adat tersebut. Tidak banyak literatur
yang menjelaskan secara detail kata adat ini. Drs. Sidi Gazalba dalam bukunya
Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, mengatakan : “ Adat adalah kebiasaan
normatif. Kalau adat dikatakan sebagai kebiasaan, maka kata adat dalam
pengertian ini berasal dari bahasa arab yaitu “’Adat”.
Sebagai
bandingan, seorang pemuka adat Minangkabau, yaitu Muhammad Rasyid Manggis Dt.
Rajo Penghulu dalam bukunya Sejarah Ringkas Minangkabau dan adatnya mengatakan
: Adat lebih tua daripada ‘adat. Adat berasal dari bahasa sansekerta dibentuk
dari “a” dan “dato”. “A” artinya tidak, “Dato” Artinya sesuatu yabg bersifat
kebendaan. “Adat” pada hakekatnya adalah segala sesuatu yang tidak bersifat
kebendaan.
Dalam
pembahasannya dapat disimpulkan bahwa adat yang tidak memikirkan kebendaan lagi
merupakan sebagai kelanjutan dari kesempurnaan hidup, dengan kekayaan
melimpah-limpah, sampailah manusia kepada adat yang tidak lagi memikirkan
hal-hal yang tidak bersifat kebendaan. Selagi benda masih dapat menguasai
seseorang, ataupun seseorang masih dapat diperhamba benda disebut orang itu belum beradat. Kalau
diperhatikan kedua pendapat di atas, maka pendapat yang terakhir lebih bersifat
filosofis dan ini mungkin dikaitkan dengan pengaruh agama Hindu yang datang
kemudian ke Indonesia.
Walaupun
kata adat dengan ‘adat berlainan penafsiran dari arti yang terkandung pada kata
tersebut namun keduanya ada kesamaan yaitu tujuannya sama-sama mengatur hidup
dan kehidupan masyarakat agar menjadi baik.
Bagi
orang Minangkabau sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Islam, orang telah lama
mengenal kata “Buek”. Kata “Buek” ini seperti ditemui dalam mamangan adat yang
mengatakan kampuang bapaga buek, nagari
bapaga undang. Buek inilah yang merupakan tuntunan bagi hidup dan kehidupan
orang Minangkabau sebelum masuk pengaruh luar.
Oleh
sebab itu masuknya perkataan adat dalam perbendaharaan bahasa Minangkabau tidak
jadi persoalan karena hakekat dan maknanya sudah ada terlebih dahulu dalam diri
masyarakat Minangkabau. Kata-kata “buek”menjadi tenggelam digantikan oleh kata
adat seperti yang ditemui dalam ungkapan “Minang
babenteng adat, Bulando babenteng basi”. (Minang berbenteng adat, Belanda
berbenteng besi).
2. Pengertian Adat
Dalam Adat Minangkabau.
Bagi
orang Minangkabau adat itu justru merupakan “kebudayaan” secara keseluruhannya,
karena didalam fakta adat Minangkabau terdapat ketiga bagian kebudayaan yang
telah dikemukakan oleh Koencaraninggrat,
yaitu dalam pengertian dalam bentuk kato,
cupak, adat nan ampek dan lain-lain.
Adat dalam pengertian tata kelakuan berupa cara pelaksanaanya, sedangkan adat
dalam pengertian fisik merupakan hasil pelaksanaanya. Malahan bila dibandingkan
dengan pengertian culture yang berasal dari kata “colere” maka dapat dikatakan
bahwa orang Minangkabau bukan bertitik tolak dari mengolah tanah melainkan
lebih luas lagi yang di olah yaitu alam, seperti yang dikatakan “ Alam takambang jadi guru” (Alam
Terkembang jadi guru).
Bertitik
tolak dari nilai-nilai dasar orang Minagkabau yang dinyatakan dalam ungkapan ”Alam takambang jadi guru” maka orang Minangkabau membuat kategori adat
sebagai berikut :
a. Adat
nan sabana adat
b. Adat
istiadat
c. Adat
nan diadatkan
d. Adat
nan teradat
Sedangkan M. Rasyid Manggis Dt. Rajo
Penghulu memberi urutan yang berbeda sebagai berikut :
1.
Adat
nan sabana adat
Adat nan babuhua mati
2. Adat
nan diadatkan
3. Adat
nan teradat
Adat nan babuhua sentak
4. Adat
istiadat
Bila
dikumpulkan literatur mengenai kategori adat ini sangat banyak sekali. Dari
pendapat yang banyak itu ada kesamaan
dan ada perbedaannya. Kesamaannya hanya terlihat dalam ”adat nan ampek”. Sedangkan penafsirannya
terdapat perbedaan dan malahan urutannya juga. Menurut isinya serta urutannya
paling umum adalah pendapat yang dikemukakan oleh M. Rasyid Manggis Dt. Rajo
Penghulu di atas.
Pengertian
dari adat nan ampek di atas dapat
dikemukakan sebagai berikut :
a.
Adat
nan sabana adat
Adat nan sabana adat merupakan yang
paling kuat (tinggi) dan bersifat umum sekali, yaitu nilai dasar yang berbentuk
hukum alam. Kebenarannya bersifat mutlak seperti dikatakan : adat api mambaka, adat aia mambasahi, tajam
adatnyo malukoi, adat sakik di ubek i. Ketentuan-ketentuan ini berlaku
sepanjang masa tanpa terikat waktu dan tempat.
b.
Adat
nan diadatkan.
Adat nan diadatkan merupakan budaya dari
perumus adat Minangkabau yaitu Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatiah nan
Sabatang.
Adat nan diadatkan mengenai :
Peraturan hidup bermasyarakat orang
Minangkabau secara umum dan sama berlaku dalam Luhak nan tigo sebagai contoh :
1. Garis
keturunan menurut ibu
2. Sistim
perkawinan eksogami
3. Pewarisan
sako dan pusako
4. Limbago
nan sapuluah
5. Garis
keturunan pewarisan sako dan pusako dan lain-lain.
c.
Adat
nan teradat
Adat nan teradat merupakan hasil
kesepakatan penghulu-penghulu dalam tiap-tiap nagari. Disini berlaku “lain padang lain belalang, lain lubuak lain
ikannyo”.
d.
Adat
istiadat.
Adat istiadat adalah kebiasaan umum yang
berasal dari tiru meniru dan tidak diberi kekuatan pengikat oleh
penghulu-penghulu seperti permainan anak-anak muda seni dan lain-lain serta tidak
bertentangan dengan adat nan teradat.
B.
ADAT
SOPAN SANTUN
A.
ADAT
SOPAN SANTUN DALAM HIDUP BERMASYARAKAT.
Adat sopan santun di Minangkabau
diumpamakan kepada sebuah jalan. Ada jalan mendaki, ada jalan menurun, ada
jalan mendatar ada jalan melereng.
1.
Jalan
Mendaki
Yaitu cara seseorang bersikap dan
bertindak sesuai dengan adat sopan santun dengan orang lebih tua (dituakan)
menurut umur dan statusnya dalam ikatan formal dan non formal.
2.
Jalan
menurun
Dikiaskan bagaimana sikap sopan santun
dari yang tua atau yang dituakan baik dalam status maupun tingkat umur.
Contoh :
-
Ibu/bapak kepada
anak
-
Kakak kepada
adik
-
Mamak kepada
kemenakan
-
Atasan kepada
bawahan
Adat
mengatakan : “jalan menurun ta
antak-antak, ingek-ingek nan dibawah kok tasingguang, jago kato kok manganai.
Hindari menghardik, menghantam tanah, mangareh bakato surang”.
3.
Jalan
mendatar
Yaitu interaksi sesama besar, baik dari
segi umur maupun berdasarkan status yang dimiliki harus ada yang saling
menghargai. Dipakaikan kata merendah, dijauhi kata yang kasar. “Muluik manih kucindan murah, budi baiak baso
katuju, lamak bak santan jo tangguli, pandai bagaua samo gadang. Ingek runciang
ka mancucuak, jago sandiang kok malukoi”.
4.
Jalan
Melereng
Yaitu sopan santun dalam berbicara dan
berbuat yang disampaikan dengan kiasan. Dalam hubungan kekeluargaan, kata
melereng dipergunakan :
-
Antar ipar
dengan bisan
-
Mamak rumah
dengan urang sumando
-
Ibu/Bapak dengan
menantu, dll
Kato
Malereng mengajarkan orang Minangkabau supaya arif dan bijaksana dalam
menafsirkan kemana maksud perkataan seseorang.
“Arih dikilek kato bayang, alun
bakilek alah bakalam, bulan lah ganok tigo puluah, takilek ikan dalam aia, ikan
takilek jalo tibo, lah tantu jantan jo batinonyo”.
B.
ADAT
SOPAN SANTUN YANG DIMILIKI SEORANG INDIVIDU
1.
Adat
Sopan santun waktu makan.
Adat mengatakan “Makan sasuok duo suok cukuik katigo paruik kanyang, jan makan sakulek
hilang, jan minun sadaguak habih”.
Sopan santun duduak barapak :
-
Sebelum yang tua
mulai dan dipersilahkan oleh tuan rumah, jangan sekali-kali ada yang duluan.
-
Jangan mencuci
tangan terlebih dahulu, jika yang dituakan belum selesai atau belum mencuci
tangannya.
-
Makan secara
adat dimulai dan selesai dengan pasambahan/parundiangan (musyawarah menuju
mufakat)
Bila
makan pisang, kulitnya dikelupaskan menjadi empat bagian (tidak seperti beruk
mengelupaskan kulit pisang). Bilangan empat ada kaitannya dengan adat nan
ampek, kato nan ampek, suku nan ampek, nagari nan ampek, dll. Sehingga orang
Minangkabau harus “tahu di nan ampek”
2. Adat
sopan santun memanggil orang :
Adat melarang seseorang melambaikan
tangan kiri apabila memanggil seseorang.
3. Menjawab
pertanyaan orang lain :
Jawablah pertanyaan orang lain dengan
baik, sopan dan santun. Jangan bersikap acuh tak acuh.
4. Sopan
santun duduk :
Jika duduk dihamparan jangan ditegakkan
lutut, bersila baik-baik, bila duduk di kursi jangan melipatkan kaki di atas
lutut, bagi perempuan yang duduk dihamparan jangan sekali-kali menegakkan lutut
baik dihadapan ibu/bapak, adik dan kakak, dihadapan mamak dengan nenek apalagi
dihadapan laki-laki untuk menjaga sopan santun dan menjaga aurat.
5. Sopan
santun berbicara :
Jauhkanlah kata-kata kotor dan kata-kata
yang menyakitkan hati, karena mulutmu harimau mu. Adat mangatokan “Anjalai ditangah koto, tumbuah sarumpun jo
galundi, kok tak pandai bakato-kato, bak alu pancukia duri”.
6. Adat
sopan santun mandi :
Jangan bertelanjang ditempat umum, adat
mengatakan “Rarak kalikih dek binalu,
tumbuah sarumpun ditapi tabek, kok abih raso jo malu, bak kayu lungga
pangabek”.
-
Jangan mandi
bercampur antara laki-laki dengan perempuan “Sawah diagiah bapamatang, lading dibari babintalak”.
7. Sopan
santun meletakkan sesuatu pada tempatnya :
Jika seseorang wanita memanggil temannya
dengan kata “Wa-ang” dan laki-laki memanggil temannya dengan kata “Agau” adalah
tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya.
8. Sopan
santun bepergian :
Dilarang bergaul bebas antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan. Adat mengatakan : Abih sandiang dek bagesoh, abih miang dek bagisia, abih gali dek
galitik. Kumpul kebo atau hidup bersama tanpa perkawinan sah dilarang
menurut adat dan syara’.
9. Adat
sopan santun berpakaian :
-
Hindari membuka
sebagian maupun seluruh aurat wanita (membuka kuduk, sebagian dada, pinggul,
pusar, dan sebagainya.
-
Hindari memakai
pakaian yang tidak semestinya, misalnya : laki-laki bersubang, berkalung dan
memakai gelang.
C.
SIFAT-SIFAT
TERPUJI DALAM HIDUP BERMASYARAKAT
1. Sifat
saling mencintai dan menghormati
“Sasakik
sasanang, sahino, samalu, sabarek saringan, kok sampik lapang malapangi, kok
kurang tambah manambah, senteng bilai mambilai, lupo ingek ma ingek an”.
2. Sikap
tenggang raso
“Gadang
jan malendo, panjang jan malindih, cadiak jan manjua kawan, nan tuo dihormati,
nan ketek disayangi, samo gadang baok bakawan” Kesimpulannya
: “lamak di awak katuju di urang”.
3. Sifat
Rasa Malu
Seseorang haruslah mempunyai rasa malu
terutama antara laki-laki dan perempuan, jangan sampai hilang moral dan akhlak
yang mengakibatkan hilangnya rasa kemanusiaan. “Kuek rumah karano sandi, rusak sandi rumah binaso, kuek bangso karano
budi, rusaklah budi hancualah bangso”.
4. Sifat
suka berbuat baik
Sifat bergotong royong, tolong menolong,
nasehat menasehati, ingat mengingatkan dan menjunjung tinggi rasa kemanusiaan.
Adat mengatakan “barek samo dipikua,
ringan samo dijinjiang, kabukik samo mandaki, kalurah samo manurun”.
5. Sifat
rendah hati
Jauhi sifat sombong, acuh tak acuh
kepada orang lain. Seperti kata pepatah adat : “kacak langan lah bak langan, kacak batih lah bak batih, bajalan
dirusuak labuah, tagak sarupo rang mambali, duduak sarupo rang manjua”.
6. Sifat
Berani
Berani karena benar, takut karena salah.
Pantun adat mengatakan “ Tahan lukah
didalam banda, ditahan jan dianjak, dianjak ka tanah bato, kato nan bana jan
dituka, dituka jan di anjak, kok dianjak jadi sansaro”.
Yang salah tetap salah walaupun
menyangkut kaum keluarga, jangan sampai terjadi “tibo diparuik di kampih an, tibo dimato dipiciangkan”. Tetapi dalam
menegakkan kebenaran “ salangkah taka
namuah lalu, satapak tak namuah suruik,
luruih manantang barih adat, tak namuah kuniang dek kunyik, tak namuah lamak
dek santan”.
7. Sikap
suka menolong
Utamakanlah sikap saling membantu dan
jauhilah sikap mementingkan diri sendiri. “Nan
condong samo ditungkek, nan lamah samo ditueh, nan rusuah samo dibujuak,
tagamang samo dijawek, sakik disilau, mati dijanguak, tibo dialek dipanggiakan,
tibo dinan buruak bahambauan, jan mangguntiang dalam lipatan, manuhuak kawan sa
iriang”
Adat sopan santun adalah pencerminan
dari pengalaman adat dalam pergaulan yang berintikan budi, yakni memakai raso jo pareso.” Nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah
sago, nan baiak iyolah budi nan indah iyolah baso, saukua mangko manjadi sasuai
mangko takana, kalau pandai bamain budi, urang lain jadi dunsanak”.
Dalam adat Minangkabau ada empat dimensi
pengalaman budi yaitu raso, pareso, malu dan sopan. Kehilangan yang empat ini
dalam diri seseorang disebut juga “ Urang
nan indak tahu dek nan ampek”.
ELOK
NAGARI DEK PANGHULU
Panghulu adalah pemimpin anak nagari dalam segala seluk beluk kehidupan mereka. “pai dahulu, pulang kudian”. Panghulu
itulah “nan maelo parang jo barani, maelo
karajo jo usaho. Elo sarato tumpia, suruah sarato pai. “Elok nagari dek
Panghulu “ maksudnya adalah bahwa penghulu-penghulu itulah yang memimpin segala
pekerjaan yang baik-baik dalam nagari.
A.
SISTEM
KEPEMIMPINAN SETELAH ISLAM
Kepemimpinan masyarakat Minangkabau
didasarkan kepada system “Tungku tigo
sajarangan” yaitu :
1. Kepemimpinan
Niniak Mamak
2. Kepemimpinan
alim ulama
3. Kepemimpinan
cadiak pandai
Kepemimpinan
Niniak Mamak merupakan kepemimpinan tradisional. “Patah tumbuah, hilang baganti”.
Kepemimpinan
Alim Ulama dan Cadiak Pandai dapat diperoleh oleh siapa saja tanpa membedakan
asal usul dan keturunan. Sistem kepemimpinan ini disebut “Tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin”.
B.
TINGKAT-TINGKAT
KEPEMIMPINAN
Pengertian yang dipimpin dalam adat
Minangkabau adalah anak kamanakan, sedangkan yang berfungsi sebagai pemimpin
adalah niniak mamak atau pimpinan yang telah digariskan oleh adat.
Sedangkan tingkatan kepemimpinan menurut
talibun adat mengatakan :
Rang
gadih mangarek kuku
Pangarek
pisau sirauik
Batuang
tuo elok ka lantai
Nagari
ba ampek suku
Dalam
suku babuah paruik
Kampuang
ba nan tuo
Rumah
batunganai
1.
Paruik
Tiap suku berbuah paruik dan orang yang
separuik bertali darah, sekarang ini Kepala Paruik disebut sebagai Kepala Kaum,
yaitu orang yang didahulukan selangkah, ditinggikan sarantiang. Salah satu
tugas Kepala Kaum adalah mengawasi harta pusaka tinggi sebagai milik kaum. “Warih dijawek, pusako ditolong”.
Apabila kaum telah berkembang, maka
bagian-bagiannya disebut jurai. Jurai- jurai ini turun dari rumah itu diawasi
oleh mamak rumahnya yang disebut tunganai
2.
Suku
Berdasarkan sejarah Minangkabau terdapat
empat buah suku yaitu : Koto, Piliang, Bodi, Chaniago. Dan saat ini telah
berkembang menjadi 96 buah suku yang berbeda-beda dan tersebar diseluruh nagari
di Minangkabau. Walaupun sudah banyak pecahan suku, namun tetap masuk kepada
suku asal, yaitu koto piliang dan bodi chaniago.
3.
Nagari
Nagari merupakan organisasi politik dan
sosial tertinggi yang dijalankan oleh sebuah majelis Niniak Mamak pemangku
adat. Mereka bermusyawarah dalam sebuah sidang penghulu yang disebut rapak Nagari atau Kerapatan Adat.
Majelis niniak mamak yang duduk sebagai
pemimpin nagari mempunyai kekuasaan dibidang eksekutif, legislatif dan
yudikatif (tidak ada pemisahan kekuasaan menurut hukum adat).
C.
PANGHULU.
Tugas panghulu “Kusuik manyalasaian, karuah mampajaniah”. Seorang penghulu disebut
“Datuak”. Panghulu itu digadangkan mangkonyo gadang, sebagaimana dikatakan : “Tumbuahnyo ditanam, tingginyo dianjuang, gadangnyo
diamba”.
Sebagai pemimpin Panghulu “Baa lam leba, badado lapang, dengan prinsip
“indak ado kusuik nan indak ka salasai, karuah nan indak ka janiah”. Serta
mencari penyelesaian masalah ibarat menarik rambut dalam tepung “Tapuang indak taserak, rambuik indak putuih”
“Elok nagari dek Panghulu, elok tapian
dek rang mudo”.
Dalam memimpin, penghulu dibantu oleh
tiga orang pembantu yaitu Manti, Malin dan Dubalang yang mempunyai tugas
masing-masing dibidang administrasi, keagamaan dan keamanan.
1. Syarat-syarat
menjadi Penghulu diantaranya : a)laki-laki b)berpendidikan minimal SLTP c)Menjalankan syari’at islam secara kaffah.
2. Prosedur
pengangkatan Panghulu.
Prosedur pengangkatan Panghulu di
tiap-tiap nagari bisa saja berbeda sesuai dengan adat salingka nagari, harato salingka kaum. Namun prosedur
berjenjang naik sampai ketingkat nagari tidak bisa diabaikan, karena adat
mengatakan : “ma angkek Panghulu sakato
Nagari, ma angkek rajo sakato alam”.
3. Malewakan
Panghulu.
Didalam melewakan Panghulu disembelih
kerbau. Makna yang tersirat dari kerbau yang disembelih ini adalah “tanduak ditanam, dagiang dilapah, kuah
dikacau”.
Tanduak
ditanam, maknanya membuang sifat-sifat buruk yang akan
melukai orang lain.
Dagiang
dilapah maknanya sari daging di makan, tulangnya di buang.
Artinya dalam diri seorang Panghulu harus ada sifat-sifat yang baik dan
membuang sifat-sifat buruk.
Kuah
dikacau maknanya agar seorang Panghulu pandai mempergunakan
sesuatu menurut sifat dan keadaannya. Gulai kerbau yang dimasak tidak pakai
santan mengibaratkan, indak lamak karano santan, indak kuniang karano kunyik
artinya seorang Panghulu itu kebesarannya bukan karena orang lain, tetapi besar
karena dirinya sendiri.
4. Jenis
Pengangkatan Panghulu :
a. Mambangkik
batang tarandam
b. Hiduik
bakarilahan
c. Mati
batungkek budi
5. Pantangan
(Larangan) Panghulu :
a. Marah
b. Berlari-lari
c. Menjinjing
dan membawa beban
d. Memanjat-manjat
6. Hak
Panghulu :
a. Memutuskan
suatu permasalahan secara tegas dan tepat
b. Memperoleh
sawah kagadangan
c. Menetapkan
hak dan kewajiban kemenakan
d. Memperoleh
hasil ulayat
7. Kewajiban
Penghulu :
a. Manuruik
alua nan luruih
b. Manampuah
jalan nan pasa
c. Mamaliharo
harato jo pusako
d. Mamaliharo
anak kamanakan
PASUKUAN
DI NAGARI PANAMPUANG
Ada 5 suku di Nagari Panampuang di
pimpin oleh Niniak Mamak nan Balimo :
1.
KOTO : DT. BAGINDO
2.
JAMBAK : DT. SAMPONO KAYO
3.
TANJUANG : DT. RAJO ENDAH
4.
GUCI : DT. MAJO INDO
5.
SIKUMBANG : DT. MANGIANG
Niniak mamak nan balimo dibantu oleh
juaro nan balimo yang tergabung dalam Niniak
Mamak Nan Sapuluah :
NO
|
SUKU
|
NINIAK MAMAK NAN SAPULUAH
|
|
1
2
3
4
5
|
Koto
Jambak
Tanjuang
Guci
Sikumbang
|
Dt. Bagindo
Dt. Sampono
Kayo
Dt. Rajo Endah
Dt. Majo Indo
Dt. Mangiang
|
Dt. Malano
Dt. Rang
Batuah
Dt. Yang Basa
Dt. Rangkayo
Mulia
Dt. Sati
|
DATUAK PUCUAK NAN TIGO
PULUAH TIGO SUKU
NO
|
SUKU
|
NINIAK MAMAK
|
1
|
JAMBAK GADANG
|
DT. SAMPONO
KAYO
|
2
|
JAMBAK
KATAPANG
|
DT. SAMPONO
ALAM
|
3
|
JAMBAK PASARAN
|
DT. RANG
BATUAH
|
|
|
|
4
|
JAMBAK NGARAI
|
DT. MANGKUTO
|
5
|
JAMBAK
CINGKARIANG
|
DT. PATI AMEH
|
6
|
JAMBAK LURAH
|
DT. PANGHULU
BATUAH
|
|
|
|
7
|
JAMBAK TUNGGIK
|
DT. MARAJO
|
8
|
JAMBAK KOTO
ANAU
|
DT. PANGHULU
SATI
|
9
|
JAMBAK
GARUMBUAK
|
DT. PANDUKO
BASA
|
|
|
|
10
|
KOTO BARUAH
|
DT. BAGINDO
|
11
|
KOTO TANGAH
|
DT. INDO KAYO
|
12
|
KOTO PUDIANG
|
DT. MANGKUTO
BASA
|
|
|
|
13
|
KOTO PINJAWAN
|
DT. MARAJO
|
14
|
KOTO
CUMANGKUANG
|
DT. MALANO
|
15
|
KOTO TABEK
|
DT. PAKAMO
|
|
|
|
16
|
GUCI PACAH
|
DT. MAJO INDO
|
17
|
GUCI PACAH
SAWAH PANJANG
|
DT. GUNUANG
RAJO
|
18
|
GUCI PACAH
BALIMBIANG
|
DT. PANDUKO
JALELO
|
|
|
|
19
|
GUCI BALAI
DAREK
|
DT. RAJO BASA
|
20
|
GUCI
PANINJAUAN
|
DT. BATUAH
|
21
|
GUCI PINJAWAN
|
DT. PANDUKO
BATUAH
|
|
|
|
22
|
GUCI BALAKANG
TABUAH
|
DT. RAJO
PANGHULU
|
23
|
GUCI TANGAH
|
DT. RANGKAYO
MULIA
|
24
|
GUCI PARAK
|
DT. TAN
KABASARAN
|
|
|
|
|
|
|
25
|
SIKUMBANG
LIMAU SARIANG
|
DT. MANGIANG
|
26
|
SIKUMBANG
SELAYAN
|
DT. SABATANG
|
27
|
SIKUMBANG
MELAYU
|
DT. PUTIAH
|
|
|
|
28
|
TANJUANG TANAH
TUMBUAH
|
DT. RAJO ENDAH
|
29
|
TANJUANG LIMAU
PURUIK
|
DT. PALIMO
BANDARO
|
30
|
TANJUANG
BALIMBIANG
|
DT. LEMBENG
|
|
|
|
31
|
TANJUANG PISANG
|
DT. LABIAH
|
32
|
TANJUANG LIMAU
MANIH
|
DT. YANG BASA
|
33
|
TANJUANG JATI
|
DT.TAN BATUAH
|